Indonesia dengan potensi jutaan penduduknya yang belum mendapatkan pekerjaan, menjadikan "ladang basah" bagi beberapa perusahaan Multi Level Marketing. Sebagian perusahaan tersebut hanya menjual mimpi bagi membernya sehingga menimbulkan Citra Buruk MLM bagi sebagian masyarakat, namun tidak sedikit pula yang mengandalkan kualitas produk yang memang cocok untuk dipasarkan secara Pemasaran Berjenjang.
Ada alasan logis mengapa MLM mendapatkan Citra Buruk bagi sebagian masyarakat Indonesia. Kebanyakan orang berpendapat bahwa MLM merupakan money game, pendapat tersebut sudah melekat hingga sulit untuk terlepas dari pandangan tersebut, hingga menyebut dirinya Anti MLM. Tulisan ini merupakan perbandingan positif dan negatif dari fenomena Multi Level Marketing di Indonesia. Sebab, tidak semua Perusahaan Pemasaran Berjenjang ini "buruk" dalam melakukan aktifitas bisnisnya.
Sejarah Singkat MLM
Konsep Multi Level Marketing berawal ketika suatu perusahaan tidak mempunyai budget yang cukup untuk membeli iklan yang akhirnya kesulitan dalam membuat jaringan distribusi. Setelah mengalami beberapa proses, akhirnya timbullah apa yang dinamakan Direct Selling, dimana perusahaan tersebut merekrut konsumen langsung sebagai tenaga marketingnya (sales force) door to door.
Kegiatan Direct Selling memang efektif pada waktu itu, sehingga banyaklah beberapa orang/kelompok memanfaatkan fenomena tersebut dengan membuat suatu program Money Games (Pyramid Scam), APLI lebih jelas membahas masalah perbedaan DS dengan Pyramida
Beberapa Penyebab yang Mengakibatkan Citra Buruk MLM
Fakta menyebutkan bahwa banyak orang berhasil membangun jaringan suatu MLM sehingga sukses didalamnya, namun 90% lebih belum berhasil melakukannya, sehingga sebagian besar anggota gagal dalam bisnis ini dan tersisih dari kompetisi alam dan merasa bahwa dirinya tidak mendapatkan keuntungan dari kompensasi Marketing Plan yang ditawarkan padanya.
Hal tersebut diatas, perlu disadari bahwa kegagalan dalam membangun atau berbisnis multi level marketing sepenuhnya berhubungan dengan kualitas diri. Sehingga perlu disadari bahwa bisnis apapun tidaklah mudah untuk dijalani. Namun sebaliknya jika berkomitmen dan terus berusaha bisnis apapun yang dijalankan, pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal.
Jika diuraikan menjadi beberapa point, berikut adalah hal yang sering dipermasalahkan oleh sebagian orang yang membenci MLM:
- Keharusan Melakukan Penjualan (Tutup Point): Sesuai dengan kebijakan kebanyakan MLM Fashion, member diharuskan melakukan tutup point setiap bulannya, agar member tersebut mendapatkan bonus sesuai dengan omset pribadi maupun jaringannya setiap bulannya. Sebagian orang mempermasalahkan hal tersebut dan merasa ada kesan "paksaan" untuk melakukan penjualan setiap bulannya. Kebijakan MLM sehubungan dengan hal ini adalah wajar menurut pandangan saya pribadi. Dalam hal ini berlaku sistem take ang give, kita tidak akan mendapatkan imbalan untuk sesuatu yang tidak kerjakan, right...? Untuk mengatasi kesenjangan ini, beberapa MLM mengadakan seminar atau bimbingan kepada member mengenai bagaimana cara menjual suatu produk, sehingga diharapkan member akan mendapatkan bekal mengenai teknik pemasaran, cara melihat peluang dan memanfaatkannya, teknik leadership dan rekrutmen.
- Struktur Upline dan Downline: Sebagian orang berpendapat bahwa dengan bergabungnya dirinya dalam suatu keanggotaan penjualan berjenjang, hanya akan menguntungkan Upline atau Sponsornya saja. Hal tersebut keliru menurut pandangan saya, karena selain merasakan sendiri bagaimana susahnya menjadi seorang leader, tugas seorang upline akan lebih berat daripada downlinenya. Dia harus memotivasi downline, melakukan bimbingan, memanage order downline, memperhatikan bonus downline dan secara singkat, dia adalah manager.
- Bias Antara Opportunity dengan Pemasaran Produk: Bagi sebagian orang, MLM adalah bisnis utama yang dengan segenap tenaga dan perhatian dia curahkan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga pada prakteknya, banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran terutama dalam perekrutan member baru. Kebanyakan MLM'er lebih mengedepankan Opportunity ketimbang dengan keunggulan produk kepada calon member. Maka seringlah kita dengar ada istilah "penghasilan pasif", "program cepat kaya" dan lain-lain.
Dari beberapa point diatas, maka daptlah diambil kesimpulan bahwa pada kebanyakan kasus, member sendirilah yang menyebabkan adanya citra buruk terhadap MLM. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal yang akan memulihkan kembali citra MLM di mata masyarakat Indonesia sebagai berikut:
- Jujur dalam berbisnis MLM Fashion
- Berikan penjelasan yang benar mengenai MLM kepada calon member.
- Selalu berprisip Menjual Produk bukan Kesempatan.
- Jangan memberikan iming-iming cepat kaya, pasif income kepada calon member, tapi berikanlah target atau pencapaian yang lebih masuk akal.
- Berikan suppport terbaik bagi member.